Farmhouse: The Little Hobbiton
Friday, April 01, 2016Tahun 1937 adalah tahun yang bersejarah. Sebuah novel fantasi berjudul The Hobbit diterbitkan oleh J.R.R. Tolkien. Kecerdasan Peter Jackson yang menjadi sutradara, penulis, sekaligus produser, mampu membuahkan karya yang luar biasa dan meyakinkan banyak peminat film seri prekuel dari trilogi film The Lord of the Rings. Muncul lah trilogi lain yang berlatar belakang epik fantasi-petualang berjudul The Hobbit. The Hobbit menjadi salah satu film trilogi favorit saya, dengan tiga judul yang sudah saya tonton, yang pertama The Hobbit: An Unexpected Journey (2012), kedua The Hobbit: The Desolation of Smaug (2013), yang terakhir The Hobbit: The Battle of the Five Armies (2014).
Satu per satu hingga ketiga judul yang telah saya tonton, ternyata menjadikan demam The Hobbit telah dikenal di seluruh dunia. Saya termasuk salah satu orang yang penasaran ingin mengunjungi lokasi pembuatan film The Hobbit. Bahkan, pengen berfoto langsung dengan pemeran Bilbo Baggins. Akan tetapi, nggak mungkin saya bisa langsung mengunjungi tempat itu. Melihat beberapa foto teman-teman di sosial media, ternyata nggak harus berkunjung jauh-jauh ke luar negeri. Di Indonesia, tepatnya di Lembang, Bandung, nuansa The Hobbit sudah bisa ditemukan. #Farmhouse adalah tempat yang saya maksud.
Entah apa yang membuat saya berkeinginan untuk ke sini, dari awal saya nggak tahu menahu soal tempat ini. Begitu adek saya bilang: “A, liburan besok ke Farmhouse, yuk!” saya langsung bilang jelek dengan sok taunya. Lalu, beberapa menit kemudian, saya membuka postingan teman-teman saya yang pernah berkunjung ke sini. Ketika baca caption “tempat ini bernuansa film The Hobbit”, saya langsung googling. Nggak lama dan tanpa pikir panjang saya langsung mengiyakan ajakan adek saya. Kebetulan juga lagi di Bandung!
Beberapa informasi yang saya dapat dalam waktu singkat, nampaknya saya sudah nggak sabar untuk menjelajah Farmhouse. Hari itu adalah hari sabtu. Weekend, dong? Yha. Oh, shit! Damn! I don’t like it. Karena weekend itu pasti rame banget. Ternyata, benar apa yang saya prediksi sebelumnya. Berangkat pagi-pagi banget dari kosan sepupu, dengan perjalanan kurang lebih 90 menit menggunakan angkutan umum kota, lautan manusia berkerumun memenuhi the little New Zealand itu.
Setelah mendapatkan tiket masuk, yang setelah itu dilakukan saya adalah mengantri panjang penukaran tiket. Yak, tiketnya seharga 20ribu rupiah saja. Bisa ditukar dengan susu murni atau sosis bakar. Terserah kalian pengennya apa, yang penting jangan maruk pengen dua-duanya. Hari semakin siang, pengunjung pun semakin ramai. Antrian di belakang saya semakin mengular, ditambah cuaca Bandung yang kebetulan lagi panas banget saat itu. Saya udah berpikir macam-macam, salah satunya: “kalau banyak orang kayak gini, saya susah motret, dong!”. Ih, dasar tukang foto amatir, gitu aja repot. HIH! But hey, nggak semua yang saya pikirkan itu benar. Saking nggak mau ngantri pas pengen foto di depan Hobbiton, saya cari celah dengan masuk ke sela-sela lingkaran pagar yang dihiasi beberapa tanaman cantik. Kebetulan, saya paling malas kalau berurusan dengan ngantri dan menunggu. Capek tahu nunggu terus, Dek! :p
Di dekat pintu antrian, saya penasaran dengan orang-orang yang berjalan ke arah kiri. Balutan nuansa film The Hobbit semakin terasa di situ. They called “Peony & Pines”. Sebuah toko souvenir yang di dalamnya ada beberapa macam handicrafts yang terpampang jelas di depan saya. Di belakangnya, terdapat taman kecil yang dihiasi beberapa ratus gembok. And you know what I mean? Saya kira itu gembok biasa, ternyata gembok cinta. Ratusan buah gembok terpasang dengan nama yang berbeda di setiap gemboknya. Gembok itu dipasang entah oleh pemilik gemboknya atau sengaja dipasang di situ untuk memikat rasa penasaran para pengunjung. (?)
Sekitar 30 menit saya di situ, saya lupa bahwa tempat ini luas. Sambil berfikir apa lagi yang belum saya jelajahi. Langkah saya memelan ketika melihat bangunan megah yang berdiri kokoh di dekat saya, jaraknya nggak jauh dari Peony & Pines. Di depan bangunan megah itu, ada sebuah kotak berbentuk taman yang dihiasi rumput, yang diisi oleh semacam roda pengangkut pasir yang dihiasi beberapa pot bunga. Biasanya digunakan oleh beberapa kurcaci untuk mengangkut batu, yang kemudian batu tersebut ditenggelamkan ke dalam emas panas untuk menjebak naga Smaug yang akan dibumihanguskan di Erebor.
Nggak hanya itu, dua buah sepeda onthel yang terletak di dalam dan di luar area taman, yang dibalut oleh tanaman dan bunga-bunga di sampingnya, menambahkan aksen luar biasa di mata saya.
Di samping pintu masuk bangunan megah itu, saya berhenti melangkah. Terdiam beberapa menit. Melihat kerumunan manusia. Melihat bangunan yang super keren itu. Rasa penasaran yang ada di benak saya membuat saya nggak mau membuang-buang waktu untuk memasuki tempat itu. Ketika kaki kanan saya mulai melangkah, dan kamera saya sudah stand by, saya berjalan perlahan memasuki bangunan itu.
Dengan reaksi yang lumayan kaget. Buseeeet, ternyata ini juga toko souvenir, miniatur, dan cokelat batangan ala Brussels. Hih, kayak yang pernah ke Brussels aja. Ke luar negeri aja belum. Tapi, beneran deh, harga yang ditawarkan di tempat ini emang mahal-mahal. Harus bawa uang banyak kalau mau jajan. Pantas saja, tiket masuknya cukup mureee.
Bangunan megah yang ternyata toko souvenir itu, banyak ditaksir oleh para pengunjung. Di bangunan itu, ada satu jendela yang terbuka lebar. Bayangin, kalau Pevita Pearce yang buka jendelanya. Blaah, ngayal mulu. Di samping jendela, ada beberapa buah lampu yang menerangi area depan bangunan. Dengan arsitektur yang luar biasa, Farmhouse mampu menyajikan beberapa bangunan yang bernuansa The Hobbit banget. Kemudian, di dalamnya, beberapa miniatur terpampang jelas. Untungnya, orang-orang di sini pada ramah. Yak, seperti orang Bandung pada umumnya. Terserah mau ambil foto atau ambil video di sini, silahkan saja selama nggak membuat onar. Bebas foto, nih? Okey!
Saya sedikit membayangkan, bagaimana jika saya datang langsung ke lokasi syuting pembuatan film The Hobbit. Memasuki toko khusus perlengkapan Hobbit. Sampai membayangkan masuk ke Hobbiton sungguhan HAHAHA. Melihat orang-orang keluar bangunan yang nggak saya tahu namanya itu, mereka berbelok ke arah kiri. Ywdh saya ikutan, deh. Hasilnya, ada empat buah bangunan yang terlihat begitu bagus di depan saya. Di sini, nuansa ala Hobbit semakin kental. Beberapa orang memakai gaun ala-ala orang Eropa Timur. Bahkan anak kecil pun memakainya.
Satu dari empat bangunan itu, seperti bangunan yang pertama kali saya lihat. Bangunan unik lainnya adalah toko sayuran dengan arsitektur mengikuti kultur Eropa dan toko brownies yang temboknya dibentuk oleh bata-bata kecil yang dihiasi beberapa buah botol bekas bir. Ada juga tempat panggang ayam yang pembakarannya menggunakan kayu ala kurcaci. Anyway, this place is so wonderful and charm.
Foto terakhir adalah foto yang paling saya suka dari sekian banyak foto yang saya dapatkan. Kenapa? Karena tingkah lucu anak kecil ini sangat luar biasa menggemaskan. Anak kecil cewek. Menggemaskan. Love banget.
Beberapa orang Bandung bilang bahwa Farmhouse biasa saja. Kalian ketipu kalau masuk Farmhouse. Saya balikin lagi dengan pertanyaan: “emang udah pernah ke Farmhouse lo?”. Tempat yang tadinya saya bilang jelek ternyata nggak jelek sama sekali. Pas saya langsung berkunjung ke Farmhouse, hasilnya sangat bertolak belakang dengan apa yang saya dan teman-teman pikirkan sebelumnya. Dari mulai tiket masuk yang bisa ditukar dengan susu murni atau sosis, Peony & Pines, gembok cinta, Hobbiton, tingkah lucu anak kecil, dan beberapa bangunan yang membuat saya melotot berkali-kali melihat arsitekturnya. Finally, Farmhouse is one of the best place in Lembang, Bandung! Oiya, lupa. Di sini juga ada beberapa ekor domba Shaun the Sheep, kelinci, burung, dan iguana. Seperti para kurcaci yang hidup bersamaan dengan binatang. Maafkan sekali nggak bisa saya foto karena ruame buanget dikerubunin orang-orang. :’’(((
Saya akan banyak bercerita lagi tentang Bandung di postingan selanjutnya. Tapi nanti, kalau diberikan kesempatan main-main ke Bandung lagi. EHEHE.
P.S: semua foto diambil pakai kamera Asus Zenfone 4 dengan automatic lens. Ada sedikit yang di-resize biar keliatan lebih jelas dan diedit instagram.
Sampai ketemu di postingan saya selanjutnya, mungkin di kota lain saya akan melanjutkan cerita dari perjalanan saya!
I hope you like this writing!
Cheers,
Ferdy Kusuma.
2 comments
pengen banget nih kesini, belum ada kesempatan. dan kirain cuman ada rumah-rumahan saja ternyata lumayan banyak yang lainya juga. thanks inonya
ReplyDeleteSama-sama, Rin. Semoga suka dengan info yang saya berikan.
Delete