Maafkan saya karena baru sempat nulis lagi. Iya, saya tahu
kalau postingan sebulan lalu nggak saya tulis tentang keberadaan
#DesaWisataCibuntu yang begitu sangat luar biasa dalam segi budaya, adat
istiadat, seni, kebersihan, keindahan alam, dan masih banyak lagi. Padahal,
trip ini sudah saya tulis dalam bucket list bulan Januari lalu. Ehe ehe.
Pada awal bulan Desember, kunjungan pertama saya bersama
Dewi (rekan Tour Leader saya) ke #DesaWisataCibuntu diwarnai dengan
keingintahuan kami berdua tentang seberapa besar pengaruh desa ini dalam segi
pariwisata yang mulai terkenal di beberapa daerah. Khusunya Jawa Barat,
Jakarta, hingga ke Indonesia bagian timur. Saya dan Dewi sempat berbincang
dengan Guide di desa ini, namanya Pak Ibnu, yang selaku pengurus
#DesaWisataCibuntu.
Terletak di Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan, Jawa
Barat. Awalnya, saya nggak percaya ada sebuah desa di kaki gunung ciremai ini.
Kenapa? Karena lokasinya sangat jauh dari jalan raya dan jangan kaget kalau
nggak nemu sinyal di sini, jangan ngeluh juga karena sepanjang jalan kalian
akan bosan karena ketemu pohon karet di kanan dan kiri kalian.
Setibanya di parkiran menuju arah curug, saya bertemu dengan
Pak Ibnu dan sempat melemparkan beberapa pertanyaan:
Saya: "Pak, Cibuntu ini kok desa-nya cuma sendirian? Nggak
ada desa lain lagi gitu?"
Pak Ibnu: "Nggak ada, Dek. Ini desa paling ujung di Kuningan
yang langsung terhubung dengan kaki gunung ciremai."
Saya: "Pak, saya melihat di sepanjang jalan, kok desa ini sangat
bersih dan adem, yak?"
Pak Ibnu: Yak, begitulah. Karena desa ini hanya dihuni oleh
900 kepala keluarga, untuk hewan di sini kita buatkan tempat khusus, lagipula jarang ada yang ke sini karena aksesnya terlalu jauh."
Saya: "Tapi, desa ini bagus lho, Pak. Udah terkenal di sosial
media pula."
Pak Ibnu: "Saya nggak tahu kalau udah terkenal di sosmed,
karena saya juga nggak begitu paham tentang sosmed."
Saya: "Kenapa sih, Pak, desa ini dinamakan sebagai Desa
Wisata?"
Pak Ibnu: "Dulu, sekitar dua sampai tiga tahun yang lalu, ada beberapa
Mahasiswa dari STP Trisakti yang melakukan penelitian ke sini. Mereka bilang
bahwa, ternyata desa ini mempunyai potensi pada sektor pariwisata. Ya, sekitar lima
tahun ke depan, semoga saja lebih banyak pengunjung yang datang ke sini."
Saya: "Selain Mahasiswa Trisakti, adakah yang meng-klaim sama
akan pendapat tersebut?"
Pak Ibnu: "Beberapa orang dari Indonesia timur juga pernah
singgah dua hari di sini, melakukan penelitian, dan bicara hal yang sama."
Saya: "Lalu, bagaimana dengan rencana ke depannya untuk tetap
menjaga dan melestarikan desa ini?"
Pak Ibnu: "Kita sudah sepakat untuk tetap menjaga kebersihan,
keramahan terhadap para pengunjung, dan jika ada yang mau menginap di sini,
kita sediakan homestay."
Saya: "Selain warga di sini, siapa lagi yang terlibat dalam
pengelolaan desa ini?"
Pak Ibnu: "Ini juga dikelola oleh Kompepar (Kelompok
Penggerak Pariwisata) yang ada di desa ini."
Saya: "Lalu, atas dasar apa Bapak mau ikut terlibat langsung
dalam pengelolaan desa ini?"
Pak Ibnu: "Atas dasar keikhlasan, karena kalau bukan kita
yang mengelola desa kita sendiri, siapa lagi atuh?"
*saya diem*
Kurang lebih seperti itu percakapan saya dengan Pak Ibnu
perihal #DesaWisataCibuntu. Saya semakin tertarik dan ingin mengetahui lebih
dalam tentang desa ini dalam sektor pariwisata.
Terus saya berkunjung ke sini cuma sekali? Terus saya hanya
diam di tempat dan nggak menikmati keindahan alam di sini? Terus saya hanya
berbincang dengan Pak Ibnu dalam waktu tiga jam di sini? NGGAK DONG! Rasanya
rugi kalau nggak menikmati dan memotret moment di sini. Yailyalah, jauh-jauh
dari rumah berasa rugi kalau nggak motret tempat yang indah ini. Duileeeh, niat
banget. Dua kali saya ke sini, yang harusnya Januari tapi ke sininya malah
Februari. Krayyy.
Ada tiga simbol di desa ini: hulu dayeuh yang berarti
kepala, bujal dayeuh yang berarti pusar atau badan, dan birit
dayeuh yang berarti pantat. Saya lupa tentang penjelasan ini. Coba
tanya Pak Ibnu langsung. :p
Pada kunjungan kedua, saya ketemu dengan dua orang Ibu-Ibu
dan beberapa anak kecil yang super duper lucu. Kali ini saya berdua dengan
Rivna mengunjungi #DesaWisataCibuntu. Di dekat tempat parkiran yang dihiasi
kolam kecil ke arah menuju curug, anak-anak kecil itu sedang bermain sepeda
dengan dihias tali rafia dan cup bekas teh gelas yang nantinya ngeluarin bunyi
pada ban sepedanya. Satu persatu anak kecil itu membuka baju dan celana yang
dikenakannya. Mereka telanjang dong sambil melompat ke kolam. Ini jelas sebuah
moment yang harus diabadikan.
Sesekali, saya menyuruh mereka untuk salto ke dalam kolam.
Mereka pun antusias, langsung ambil ancang-ancang jauh lalu terjun ke kolam,
dan berkata “A, bagus nggak saltonya?”
Nggak cuma itu, ternyata di sini juga ada curug gongseng yang terbentuk dari kepingan kenangan, eh, kepingan
batu-batu alam dari gunung ciremai, katanya sih. Ada juga tebing yang letaknya
nggak jauh dari curug. Ada juga arca peninggalan leluhur desa ini. Selain itu,
ada juga sumber air kahuripan yang bisa langsung diminum tanpa harus dimasak
terlebih dahulu. Katanya, hampir semua warga #DesaWisataCibuntu meminum air
dari sumber air kahuripan.
Nggak lama setelah menikmati alam di atas, saya kembali
menuju parkiran. Menikmati segelas kopi dan camilan, sembari berbincang dengan
dua orang Ibu-Ibu di sini. Perbincangan kami begitu hangat, penuh keramahan,
canda tawa, seperti layaknya berada di tempat sendiri padahal kami sedang
berada di tempat orang.
Setelah beberapa menit kami melakukan perbincangan, saya dan
Rivna menemukan satu tempat lagi di sini. Nggak kalah bagus dan nggak kalah
bersih dari tempat-tempat sebelumnya. Tempat ini dinamakan “Kampung Kambing”. Satu
lagi yang menarik dari #DesaWisataCibuntu adalah, setiap warga yang memiliki
kambing, mereka telah dibuatkan kandang kambing khusus di Kampung Kambing ini.
Terhitung lebih dari seribu ekor kambing yang menghuni Kampung Kambing ini, dan
melebihi jumlah kepala keluarga yang ada di sini. Pantas saja,
#DesaWisataCibuntu bersih dan berudara sangat segar.
Yeah, look!
Di tempat saya berdiri ini, saya akan tetap mengingat
bagaimana warga #DesaWisataCibuntu memperlakukan dengan ramah kepada setiap
pengunjungnya. Saya selalu akan kembali ke sini dan menceritakan tentang
mengapa saya selalu antusias dengan apa yang ada di sini, di tempat ini. It was
perfect day for me.
Sampai bertemu dengan postingan saya selanjutnya tentang
upacara penyambutan tamu, dan kesenian di #DesaWisataCibuntu.
Mau bonus foto? Silahkan!
Jangan ngambil foto sembarangan tanpa izin dari pemiliknya,
ya. :p
Suka? Tinggal share aja.
Mau baca lebih update postingan saya ketimbang
oranglain? Subscribe, hyuk!
Cheers!
Ferdy Kusuma.