Sekeping Surat Untukmu
Tuesday, February 16, 2016
Pada hening malam, aku berteriak: bisakah aku lebih berarti dari ini?
Pada hening malam, aku memberontak: sudah pantaskah aku menari di atas fikiranmu?
Pada hening malam, aku berfikir: akankah kita bisa lagi seperti dahulu?
Sekarang, aku sadar bahwa cinta memang harus berkaca terlebih dahulu. Buka lebar jalan fikiran, resapi, tindaklanjuti, lalu bergerak mengalun seperti irama musik yang sering aku iringkan sembari menyebut namamu, secara perlahan.
Tak bisa dipungkiri, bahwa komitmen adalah sebuah pondasi untuk membentuk kerangka cinta yang kuat. Abadi. Sampai mati.
Lalu, bagaimana dengan kasih sayang? Sebuah hal yang tidak bisa dipisahkan dari cinta, begitu pula rindu, walau sesekali terasa pilu.
Malam sunyi yang sepi, tiupan angin yang berkumandang pada daun telinga, mereka berbisik bahwa: cinta juga harus ditegakkan dengan kasih sayang, dan rindu, yang mulai menghantam tembok kokoh ini.
Arah yang ku tuju sudah pasti, begitu pula rindu yang selalu aku telan.
Kau tak terganti, tetapi, bisakah kau sedikit mengerti tentang risaunya perasaan ini?
Paras cantikmu, tatapan dari kedua bola matamu yang tajam disertai kelopak mata yang berbinar, lekukan bibir manismu, serta suaramu yang mengalun lembut, semuanya aku rindu.
Tak seperti dahulu, kini, aku lebih memikirkan tentang bayang-bayang ingatan dirimu, yang tak pernah lepas dari otakku.
Padahal, kau bukan siapa-siapa aku, bahkan, kau hanya sebatas makhluk asing yang (sempat) mendobrak palang pintu hati ini.
Gempar dengan beberapa pertanyaan tentang aku, kamu, dan hujan kala itu.
Detak jantung ini layak menjadi milikmu. Ibarat sebuah peti yang terkunci dan hanya dirimu yang bisa membukanya.
Entah mengapa, beberapa di antara mereka tak bisa masuk.
Sekali pun masalalu yang pernah singgah. Pernah bergandengan tangan. Pernah membahagiakan. Bahkan, pernah berjanji sehidup semati.
Menuju pagi yang dingin ini, bersama angin yang mengembuskan udaranya, bersama nyanyian yang mengiringi kesepianku. Aku bercerita tentangmu.
Membayangkan dirimu yang entah kapan akan bisa aku miliki. Bersama do’a yang selalu aku panjatkan kepada Tuhan. Aku, mecintaimu.
Tidurlah dengan lelap, kau, yang tak bisa lepas dari fikiranku.
Terpejamlah, hingga fajar menyambut pagi harimu.
Biarkan do’aku yang akan memeluk tubuhmu dengan hangat, dari kejauhan.
Cheers!
Ferdy Kusuma.
0 comments