Dua Hati. Satu Senja.
Wednesday, May 04, 2016
Menghabiskan waktu kurang lebih tiga jam di tepian Dermaga
adalah kebiasaan Armand kala sore menjelang malam. Armand menikmati semilir
angin yang berembus ke arahnya, menikmati keindahan senja, sembari menyeruput secangkir kopi yang telah ia
pesan dari seorang pemuda yang keliling berjualan kopi di sekitaran Dermaga.
Sore itu, tak seperti biasanya, Armand bersama kekasihnya yang bernama Desinta
sedang berduaan. Dua orang yang sedang merajut kasih itu sepertinya sedang
membicarakan satu hal yang penting.
Dari balik wajahnya yang sangat ceria, perempuan itu tampak terdiam.
Entah apa yang mereka perbincangkan. Perempuan cantik itu mengenakan kaus hitam
yang dibalut cardigan biru muda, dengan rambut sedikit ikal, dan kelopak mata
yang berwarna cokelat. Sementara Armand, ia hanya mengenakan celana cargo
berwarna cokelat dan kaus oblong putih, serta tas kecil yang selalu Armand bawa
ketika bepergian.
Tiba-tiba perempuan itu terbangun dari peraduannya, berdiri,
kemudian berjalan menuju arah pulang. Armand pun tak bisa melarang, apalagi
mencegah kepergian Desinta. Ia seolah pasrah dengan apa yang terjadi sore itu
di Dermaga yang selalu menjadi tempat favoritnya menghabiskan waktu sore.
Setelah kepergian perempuan itu, Armand hanya ditemani oleh
beberapa awak kapal dan beberapa orang yang berada di sekitar Dermaga. Tak lama
kemudian, ia membuka tasnya dan mengambil sebuah notes.
Lalu, entah apa yang ada di benak Armand sore itu. Tiba-tiba ia menggoreskan kutipan kecil: “Hal yang paling menyebalkan dari keindahan senja yang selalu aku temui
di sore hari adalah; ia selalu pergi tanpa berpamitan.”
Beberapa menit kemudian, dengan nada sendu dan kepala
sedikit tertunduk. Armand pun pergi meninggalkan Dermaga.
0 comments