#Day3: Belajar Freestyle Writing #JuliNgeblog

Monday, July 04, 2016


Amati benda di sekelilingmu. Lalu, buatlah cerita dengan objek yang kamu amati.

Hah? Saya bengong! Ketika saya membaca tulisan Alexander Thian di blog nya yang mendapatkan tantangan langsung dari AS Laksana. Ini adalah Freestyle Writing. Di mana ketika kamu membayangkan tiga kata atau objek yang tidak saling berhubungan, dibentuk menjadi sebuah cerita dengan hanya mengandalkan daya jelajah imajinasimu sendiri dalam waktu beberapa menit saja. Selain melatih imajinasi, freestyle writing juga melatih tentang daya tangkap otak yang tanggap.

Di postingan #Day3 edisi #JuliNgeblog kali ini, saya akan mencobanya. Saya akan menguji kinerja otak saya dengan tiga objek yang tidak saling berhubungan, yaitu: stasiun, kopi, dan senja. Mungkin kelihatan begitu mudah bagi para penulis terkenal. Tapi, bagi saya, tidak ada salahnya untuk berlatih dan mencoba.

Oke, mari kita mulai:

"Entah mengapa, bau air hujan yang jatuh dari langit selalu menjadi favoritku. Aroma harum semerbak yang terkadang merasuki hidung, seakan membawaku kembali ke masa di mana aku sedang bergandengan tangan bersamanya. Sore itu, pertemuan adalah suatu hal yang paling kami nantikan. Aku benci kepada tempat-tempat yang selalu menyajikan gelimang air mata perpisahan. Tetapi, stasiun selalu menjadi tempat idolaku. Tempat di mana aku bisa menitipkan rindu, yang terkadang terasa pilu. Kita terlalu asyik dengan perpisahan, sehingga terkadang, rindu pun sulit untuk diucapkan.

Aku menanti kehadiranmu dengan penuh rasa cemas, berharap beberapa rindu yang sebelumnya aku tumpuk akan terasa begitu lepas. Penantian panjang di stasiun itu, akhirnya terbayar lunas. Aku menunggumu sembari menikmati secangkir kopi yang aku tuangkan sendiri, bersama rasa dingin yang menyelinap ke sela-sela jari. Sebuah perjuangan yang tak mudah. Menanti dengan rasa rindu menggebu. Ternyata, hari itu takdir berpihak akan kita.

Lalu, hari semakin sore. Pertemuan yang didambakan itu, ternyata hanya sebentar. Sepasang bola matamu yang tajam, tiba-tiba mengeluarkan air mata bimbang. Entah, sedih atau bahagia yang kau rasa. Sedih karena hanya sebuah pertemuan singkat, dan bahagia karena telah bertemu meski singkat. Aku merasakan hal yang sama ketika matamu sembab. Tidak, aku tak boleh menangis meski sedih. Karena sejatinya, bersyukur adalah ungkapan yang harus dilayangkan karena pertemuan ini. 

“Jadi, cuma sebentar doang?”

Pertanyaan yang seharusnya tidak ditanyakan. Aku rindu, masih rindu, dan sangat rindu. Adakah pertanyaan lain yang lebih layak selain itu, Sayang? *batinku*

Kemudian, dengan sedikit mata berkaca-kaca, aku pun menjawabnya. “Iya, Tuhan maha baik.”

Aku hampir tak mampu menahan kesedihan yang aku alami, karena pertemuan singkat ini berakhir begitu cepat. Lalu, semburat wajah langit yang indah sore itu, menjadi obat penawar bagi rasa sedih. Aku terbangun dari tempat dudukku ketika seutas cahaya terang menghiasi cakrawala yang begitu memesona memancarkan sinarnya dari balik kaca. Aku menghibur diri sekaligus menghibur kekasihku. Entah, apa yang membuatku semakin bersemangat dengan munculnya senja yang kami nikmati di stasiun bersama kopi yang juga terasa begitu nikmat.

Tiba saatnya kami untuk berpisah, kembali karena kesibukan di kota masing-masing. Deru halus mesin kereta menandakan bahwa kami harus benar-benar berpisah, dan entah kapan lagi kami akan bertemu."

....................

Nah, udah baca, kan? Simple, kan? Hasilnya memang nggak bagus, tetapi karya kalian yang akan menjadi nilai plus untuk kalian nantinya. Karena setiap manusia memiliki cara tersendiri untuk menyampaikan sesuatu.
Kalau mau coba, silahkan saja. Atau, ada yang harus saya perbaiki lagi? Tinggal comment. Terima kasih sudah membaca.

Cheers!
Ferdy Kusuma.

You Might Also Like

0 comments

Subscribe